Bersalaman dengan Lawan Jenis Tradisi atau Larangan Syariat?

Bersalaman dengan Lawan Jenis Tradisi atau Larangan Syariat?

NADEREXPLORE08.ORG – Bersalaman dengan Lawan Jenis Tradisi atau Larangan Syariat? Di banyak tempat, uluran tangan jadi simbol hangatnya pertemuan. Entah di kantor, kampus, atau acara keluarga, berjabat tangan dianggap wajar. Namun, kalau lawan jenis yang bukan mahram ikut disapa dengan genggaman, mulailah muncul tanda tanya besar. Ini adab sosial atau malah langkah yang melanggar syariat?

Pertanyaan ini sering kali muncul di tengah masyarakat urban yang makin kompleks interaksinya. Di satu sisi, ingin menjaga etika sosial. Di sisi lain, ingin tetap teguh dengan batasan yang digariskan agama. Jadi, bagaimana sebenarnya posisi bersalaman dengan lawan jenis dalam timbangan syariat Islam?

Bersalaman Bukan Sekadar Genggaman, Tapi Ada Makna yang Mengikat

Sejatinya, bersalaman bukan hanya kontak fisik biasa. Dalam budaya Timur maupun Barat, salam tangan memiliki makna simbolis. Ia bisa menunjukkan persahabatan, kesepakatan, atau bahkan bentuk penghormatan.

Namun dalam Islam, sentuhan antara pria dan wanita yang bukan mahram bukan perkara ringan. Hadis Nabi ﷺ secara tegas menyebutkan bahwa tangan beliau tak pernah menyentuh tangan perempuan yang bukan mahram, bahkan saat proses bai’at (ikrar setia). Hal ini tentu bukan tanpa alasan.

Meski begitu, perlu dipahami bahwa ulama berbeda pendapat dalam menyikapi praktik ini, apalagi saat konteks sosialnya sangat kuat. Ada yang melarang total, ada pula yang memberikan pengecualian dalam kondisi tertentu, seperti tekanan budaya atau urusan diplomasi.

Antara Adab Sosial dan Prinsip Agama

Di negara seperti Indonesia, berjabat tangan saat bertemu adalah hal yang sangat lumrah. Bahkan, menolak bersalaman kerap dianggap tidak sopan atau dianggap dingin. Namun, tetap ada batas yang seharusnya tidak dilangkahi.

Beberapa orang memilih cara kreatif untuk menghindari jabat tangan, seperti cukup dengan senyum sambil meletakkan tangan di dada, atau dengan mengangguk hormat. Pilihan ini sering kali bisa diterima tanpa menimbulkan kesan kasar, asalkan disampaikan dengan santun dan jelas.

Uniknya, penolakan jabat tangan karena alasan agama kadang justru memunculkan rasa hormat dari lawan bicara – terutama jika dijelaskan dengan tenang. Toh, banyak pula non-Muslim yang menghargai prinsip orang lain selama disampaikan dengan baik.

Jangan Asal Menyentuh, Walau Sekadar Formalitas

Bersalaman dengan Lawan Jenis Tradisi atau Larangan Syariat?

Beberapa orang menganggap bahwa bersalaman dengan lawan jenis tak lebih dari formalitas. “Kan cuma sebentar, gak ada niat aneh-aneh.” Tapi Islam mengatur bukan hanya niat, tapi juga bentuk perbuatan yang bisa menjadi pintu bagi keraguan.

See also  Jangan Tunggu Kena! Ini Trik Mudah Jaga Pembuluh Otak!

Rasulullah ﷺ pun pernah berkata bahwa “lebih baik ditusuk kepalanya dengan jarum besi daripada menyentuh perempuan yang tidak halal baginya.” Kalimat ini kuat sekali. Walau sebagian ulama menafsirkannya sebagai bentuk peringatan keras, tetap saja ini menunjukkan bahwa sentuhan bukan masalah remeh.

Kalimat tersebut memang bukan larangan eksplisit dalam redaksi “haram”, tapi gaya bahasanya menunjukkan peringatan yang serius.

Solusi Elegan Bersalaman: Tetap Sopan, Tetap Sesuai Syariat

Menghadapi situasi sosial yang ‘serba canggung’, bukan berarti harus serba keras atau menyinggung. Banyak cara untuk tetap jaga prinsip tanpa menyakiti perasaan orang lain. Misalnya, saat ada rekan kerja lawan jenis mengulurkan tangan, lo bisa sambut dengan senyum hangat sambil berkata, “Maaf ya, saya biasa gak salaman langsung, tapi saya sangat menghargai pertemuan ini.”

Kalimat sederhana ini sering kali cukup untuk menjelaskan sikap. Apalagi jika dilakukan dengan cara yang tenang dan penuh respek, bukan dengan nada menggurui. Toh, menjelaskan batasan syariat tidak harus dengan nada tinggi.

Dan ya, memang kadang tangan tetap terulur ke arah kita secara spontan. Dalam kondisi seperti itu, sebagian ulama memberikan keringanan jika benar-benar tidak bisa dihindari, selama tidak ada syahwat dan segera menarik diri. Namun, ini tetap bukan pembenaran, hanya bentuk toleransi dalam kondisi darurat.

Kesimpulan

Urusan bersalaman dengan lawan jenis bukan soal tabu atau kuno, tapi soal prinsip yang punya akar dalam syariat. Agama Islam memberi batasan untuk menjaga kehormatan, bukan untuk membatasi keramahan.

Jadi, apakah harus bersalaman atau tidak? Jawabannya tergantung pada kesadaran diri dan pemahaman terhadap nilai-nilai yang dipegang. Di satu sisi, budaya bisa dijaga. Namun, syariat lebih utama untuk ditegakkan. Jika bisa menggabungkan sikap santun dan prinsip yang tegas, maka tidak ada alasan untuk merasa canggung. Yang penting, tetap jaga adab, jaga lisan, dan jaga hati.

We would like to show you notifications for the latest news and updates.
Dismiss
Allow Notifications